Pemerataan Tenaga Kesehatan di Layanan Primer Untuk Pembangunan Kesehatan Tanah Air

by -165 Views
Foto ilustrasi: Dok. PTFI

JAKARTA, RATIMNEWS.COM  – Sebagai kebutuhan dasar, kesehatan membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Tanpa ketersediaan SDM, tujuan pembangunan kesehatan sulit diwujudkan. Hal ini disebabkan karena tenaga kesehatan merupakan kunci menggerakkan pembangunan kesehatan di Tanah Air.

 SDM kesehatan dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat setiap orang.

Di pelosok yang disebut Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) lebih mengkhawatirkan.

Dikatakan tertinggal yaitu daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan daerah lainnya.

Di sana sarana-prasarana dan SDM belum memadai. Profil kesehatan masyarakat daerah DTPK jauh lebih rendah, dan mewujudkan derajat kesehatan yang optimal masih jalan panjang.

Masyarakat di wilayah DTPK mengalami kesulitan mengakses pelayanan kesehatan primer yang berkualitas.

Kondisi geografi, topografis, transportasi, akses komunikasi, tingginya tingkat kemiskinan penduduk, dan berbagai masalah sosial lainnya yang dihadapi.

Perlu insentif dalam menggerakkan pembangunan kesehatan di daerah tertinggal.

Sekarang ini fasilitas pelayanan kesehatan di DTPK belum dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Hal ini terjadi karena,  belum meratanya SDM kesehatan di seluruh daerah yang dapat menjadi penyeimbang dan fasilitator dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Di wilayah DTPK ketersediaan SDM kesehatan belum memenuhi standar yang ditetapkan.

Layanan Primer

Kebutuhan SDM kesehatan dalam layanan primer menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.

Mereka yang menggencarkan implementasi promotif preventif menusuk dalam masyarakat.

Mereka terjun langsung dalam fasilitasi pemberdayaan. Menjadi kepemimpinan dalam pelaksanaan germas dan senantiasa menjalankan inovasi dalam pelayanan sesuai kebutuhan daerah.

Terhadap kebutuhan SDM kesehatan DTPK, Kementerian Kesehatan sejak 2015 telah melaksanakan penempatan SDM kesehatan yang komprehensif, yang disebut Nusantara Sehat.

Kemenkes menetapkan dengan demikian maka pelayanan primer terjangkau dan berkualitas secara terintegrasi, terpadu dan berkesinambungan.

Nusantara sehat dengan penugasan khusus SDM kesehatan yang berbasis tim (team based) dan dikirim ke daerah yang terpencil.

Belum meratanya SDM kesehatan dalam layanan primer sudah menjadi rahasia umum. Pelayanan primer merupakan pelayanan kesehatan dasar tempat penduduk pertama kali bersentuhan dengan pelayanan kesehatan. Ujung tombak layanan primer adalah puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kemenkes menyebut masalah SDM kita adalah tentang ketersediaan, pemerataan, dan kompetensi belum standar.

Secara umum SDM puskesmas belum terpenuhi di Indonesia terutama bagian timur Indonesia. Di beberapa wilayah Indonesia bagian barat dan tengah ketersediaan SDM juga bermasalah.

Keterbatasan tenaga merupakan alasan layanan primer belum dapat menunjukkan kinerja dan mutu sesuai target yang ditetapkan.

Puskesmas sebagai yang terdepan layanan primer, persyaratan ketenagaan diatur dalam Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas.

Ketenagaan tersebut meliputi dokter atau dokter layanan primer, dan dokter gigi. Tenaga kesehatan lainnya paling sedikit terdiri dari perawat, bidan.

Kekurangan Tenaga Kesehatan Lain di Layanan Primer

Kekurangan lain adalah  tenaga promosi kesehatan, tenaga sanitasi lingkungan, nutrisionis, apoteker, tenaga teknis kefarmasian, dan ahli teknologi laboratorium medik.

Puskesmas dapat menambah tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan seperti terapis gigi, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, perekam medis, dan tenaga informasi kesehatan.

Tenaga non kesehatan lain yang diperlukan dan dibutuhkan puskesmas adalah keuangan, bendahara, sopir, tenaga kebersihan, tenaga IT, dan penjaga keamanan.

Masalah terjadi ketika kebutuhan SDM puskesmas berdasarkan Analis Beban Kerja (ABK) sebagai kebutuhan pelayanan tidak dapat dipenuhi. Hal tersebut terjadi karena ketiadaan regulasi, keterbatasan keuangan, dan kebijakan yang membuat puskesmas tidak mudah dalam memenuhi kebutuhan SDM kesehatan.

Puskesmas juga membutuhkan SDM dalam pemberdayaan masyarakat melalui pelayanan jaringan dan jejaring di kecamatan.

Jenis tenaga, jumlah, kompetensi dan pengalaman diperlukan untuk mencukupi kebutuhan SDM kesehatan.

Data Kemenkes menunjukkan, SDM kesehatan yang diberdayakan di seluruh fasilitas kesehatan sebanyak 1.971.735 orang yang terdiri atas 623.967 tenaga laki-laki dan 1.347.733 tenaga perempuan (Desember, 2021).

Jumlah faktual tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan SDM kesehatan di semua fasilitas kesehatan yang ada.

Jumlah Tenaga Kesehatan Dokter Yang Tidak Mencukupi

Hanya 48,86 % puskesmas memiliki 9 jenis tenaga sesuai standar, dan masih terdapat 4,98% puskesmas tidak memiliki jumlah dokter yang cukup.

SDM kesehatan untuk upaya kesehatan masyarakat diketahui terdapat 24% puskesmas tanpa tenaga kesehatan masyarakat, 30,2% tanpa sanitasi lingkungan.

Tenaga rekam medis dan tenaga IT kesehatan lebih besar lagi jumlahnya belum memiliki. Task shifting atau pengalihan tugas juga kerap terjadi, sehingga puskesmas kehilangan SDM dengan kualifikasi tinggi.

Peristiwa multitasking atau penugasan ganda dengan SDM kesehatan mengerjakan tugas diluar latar belakang pendidikan dan kompetensi yang dimiliki menjadi jamak terjadi di mana-mana.

Multltasking terjadi karena SDM yang bertugas di layanan primer puskesmas dengan ketersediaan kurang.

Beberapa kegiatan di bidang manajemen seperti administrasi, kepegawaian, bendahara, pengawas sarana prasarana, serta sistem informasi puskesmas kerap dikerjakan tenaga profesi kesehatan.

Dalam praktiknya SDM yang melakukan multitasking di luar kompetensinya mendapatkan pelatihan di bidang manajemen. Sesuatu yang membuat beban kerja menjadi overload.

Kemenkes mengakui disparitas SDM kesehatan pelayanan primer dan sering mengaku tidak berdaya mengaturnya.

Sebagai kementerian teknis dalam pemberdayaan SDM kesehatan, Kementerian Kesehatan tidak memiliki kekuatan dan regulasi dalam mengatur semuanya.

Rasio dokter umum di Indonesia saat ini 0,42 per 1000 penduduk. Sementara WHO mensyaratkan satu per 1000 penduduk.

Data lain untuk pelayanan tingkat lanjut, menunjuk 41% RSUD kabupaten/kota belum terpenuhi dokter spesialis.

Sekarang dengan regulasi yang baru (UU No 17 Tahun 2023) pemerintah berusaha mengendalikan SDM kesehatan.

Dalam kondisi SDM kesehatan seperti tersebut di atas layanan primer terutama melalui puskesmas terus berjalan dan dibutuhkan. J

ika pemda dan dinas kesehatan perduli pada kebutuhan SDM kesehatan, maka standar SDM terpenuhi dengan task shifting dan multitasking dapat ditekan. Namun demikian,  jika pemda, bagian kepegawaian, dan dinas kesehatan tidak konsen kebutuhan SDM kesehatan, maka berdampak pada kualitas layanan kesehatan primer.

Komitmen Kuat

Transformasi tentang SDM kesehatan tengah berjalan di negara kita sejalan dengan kebijakan tentang transformasi kesehatan pascapandemi Covid.

Transformasi akan berfokus pada memastikan pemerataan distribusi tenaga kesehatan di seluruh pelosok Tanah Air termasuk di daerah DTPK.

Disebutkan dalam penerapannya pemerintah akan melakukan penambahan kuota mahasiswa, beasiswa dalam dan luar negeri.

Pemerintah juga perlu  melakukan kemudahan pada penyertaan tenaga kesehatan yang lulus dari universitas luar negeri.

Kebutuhan SDM kesehatan di Indonesia ditetapkan oleh pemda kabupaten/kota dan Kementerian PAN RB.

Kemudian juga ada Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) yang dikembangkan Kemenkes.

Ini merupakan informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi di pusat maupun daerah guna mendukung pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan.

Manfaatnya adalah SISDMK memfasilitasi penempatan tenaga kesehatan yang tepat (kualifikasi dan keterampilan) di tempat yang tepat (lokasi penempatan) pada waktu yang tepat (ketersediaan).

Namun sayangnya SISDMK belum dapat mengontrol menyeluruh ketersediaan dan distribusi SDM kesehatan karena regulasi dan kepentingan tiap daerah.

Pemda sebagai pemilik fasyankes dan SDM kesehatan harus menghitung kebutuhan dengan cermat sesuai regulasi yang ditetapkan.

Analisis Beban Kerja (ABK) dilakukan karena kebutuhan dan harapan masyarakat tentang pelayanan makin meningkat.

Komitmen pemda kabupaten/kota dalam pengendalian SDM kesehatan harus kuat dan tidak melanggar sendiri kebijakan yang telah ditetapkan.

Tantangan dan isu pengendalian SDM kesehatan sekarang ini yang kerapkali diungkap adalah tentang ketersediaan, distribusi, kualitas, dan tentang status kepegawaian yang standar. Task shifting dan multitasking akibat dari perencanaan yang tidak konsisten membuat SDM kesehatan kita terbatas dalam memberikan pelayanan.

Komitmen kuat Kemenkes, Kemen PAN RB, dan pemda dalam pengendalian SDM kesehatan harus ditegaskan dan dimulai.

Setelah itu insentif SDM kesehatan seperti mengatur masa bakti, pelatihan, pengembangan karier, dan promosi dapat dilaksanakan.

Noerolalandra Dwi S Surveior FKTP Kemenkes, alumnus Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan Unair