Manusia Merdeka

by -30 Views
Foto: Ilustrasi manusia merdeka

Tulisan ini lahir ketika aku sebagai anak bangsa mencoba merenungkan kembali hari lahir negeri ini yang ke-80 tahun. Hari di mana kata merdeka dirayakan di seantero bumi pertiwi dalam sukacita di tanggal 17 Agustus 1945.

Kata merdeka hingga kini masih sering dipekikkan dan terus menjadi harapan untuk benar-benar menjadi nyata. Manusia memang begitu. Merindu dan berharap untuk hidup yang lebih baik dalam kemerdekaan yang hakiki.

Untuk itu, aku dan di hari ini menuliskan topik ini untuk siapa saja yang merindukan kemerdekaan. Bagi siapa saja yang berharap dilahirkan kembali untuk menjadi manusia merdeka.

***

Aku percaya bahwa setiap manusia dilahirkan untuk merdeka. Merdeka bukan hanya dalam arti bebas dari penjajahan fisik atau politik tetapi juga merdeka secara batin.

Setiap orang harus merdeka untuk menjadi dirinya sendiri. Merdeka untuk memilih jalannya sendiri.  Merdeka untuk menjalani hidup sesuai dengan nurani dan keyakinannya.

Pilihan ini harus tanpa ada tekanan, tanpa rasa takut dan tanpa tunduk pada harapan atau ketakutan yang bukan berasal dari dirinya sendiri.

Seiring waktu aku menyadari bahwa kemerdekaan bukan sekedar slogan atau seremoni tahunan. Ia bukan hanya milik bangsa atau negara.

Lebih dalam lagi, kemerdekaan adalah milik setiap individu. Hak yang paling mendasar dan tak bisa ditawar. Hak untuk hidup sebagai manusia yang utuh.

Faktanya tidak semua orang hidup dalam kemerdekaan yang sejati. Banyak yang masih terpenjara. Mereka terpenjara bukan oleh rantai atau jeruji besi.

Mereka terpenjara oleh harapan orang lain, oleh rasa bersalah dan tak enak, oleh ketakutan akan penolakan, oleh trauma masa lalu atau oleh sistem sosial yang menuntut keseragaman.

Aku sendiri dalam banyak moment hidupku pernah menjadi tahanan dari diriku sendiri. Terpenjara dalam ketakutan untuk mengecewakan. Terperangkap dalam keinginan untuk menyenangkan semua orang. Hingga kemudian menyadari bahwa aku lupa bertanya pada diri sendiri; sebenarnya aku ingin hidup seperti apa?

Kemerdekaan yang Membebaskan Diri

Kemerdekaan sejati dimulai dari dalam. Bukan sesuatu yang diberikan oleh orang lain. Ia adalah sesuatu yang harus ditemukan, diperjuangkan dan dijaga sendiri.

Kemerdekaan bukan soal menolak aturan atau menentang norma. Ia lebih pada soal mengenal diri sendiri dan berani mengambil pilihan berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab.

Aku pernah hidup dalam fase di mana hampir semua yang kulakukan bukan berasal dari keinginanku sendiri. Aku memilih menjalani sebuah kehidupan di masa lalu karena masyarakat umum memandangnya sebagai panggilan mulia. Aku memilih bertahan di sana karena keluarga dan orang tua menyarankannya.

Aku bertahan dalam sebuah pekerjaan bukan karena aku menyukainya. Itu yang membuatku merasa kosong. Aku pernah menjalin relasi bukan karena cinta yang jujur tapi demi keramahan.

Aku harus berusaha tersenyum kepada orang yang lewat bahkan yang tak kukenal dan tak punya ikatan emosional sama sekali hanya karena tradisi. Aku harus datang ke sebuah kegiatan atau memenuhi undangan yang tak sepenuhnya kunikmati.  Dan masih banyak lagi.

Benar saja. Semakin lama aku hidup seperti itu semakin aku merasa menjauh dari diriku sendiri. Seperti hidup dalam bayangan dan sebagai pribadi yang utuh dan otentik. Sementara ada satu hal yang berbisik pelan dalam hatiku bahwa hidup ini terlalu singkat untuk dijalani dengan tidak merdeka.

Merdeka untuk Memilih

Salah satu bentuk kemerdekaan yang paling mendasar adalah kemerdekaan dalam memilih. Memilih jalan hidup. Memilih keyakinan. Memilih siapa yang ingin kita cintai. Memilih melakukan sesuatu karena sesuai dengan nilai-nilai kita. Bahkan memilih untuk berkata “tidak” ketika semua orang mengharapkan kita berkata “ya”.

Bukan perkara mudah. Kita hidup dalam masyarakat yang seringkali mengukur kebahagiaan dari stadar luar. Seperti prestasi, materi, status sosial dan sebagainya. Tapi aku kemudian belajar bahwa tidak ada ukuran yang bisa menggantikan suara hati sendiri. Aku belajar bahwa menyenangkan semua orang adalah jalan tercepat menuju kehilangan jati diri.

Saat aku berani membuat pilihan-meski tidak populer meski ditentang dan dipertanyakan aku merasa seperti mendapat kembali sepotong diriku yang selama ini hilang.

Ada ketenangan yang tak bisa dijelaskan ketika kita hidup selaras dengan apa yang kita yakini. Ada kebahagiaan yang sangat mendalam (deep) ketika kita bisa berkata “ini jalanku dan aku memilihnya dengan sadar”.

Kemerdekaan dalam Pikiran dan perasaan

Kemerdekaan bukan hanya soal tindakan lahiriah saja. Ia juga tindakan batiniah. Kita perlu merdeka dalam pikiran. Bebas dari belenggu prasangka. Bebas dari dogma yang membutakan. Dan terutama bebas dari luka lama di masa lalu yang terus menahan langkah.

Kita juga perlu merdeka dalam perasaan. Tidak lagi dikendalikan oleh rasa takut dan rasa bersalah. Tidak dikendalikan oleh rasa kesal, amarah dan kecewa yang perlahan membusuk dalam jiwa yang diam.

Pernah suatu masa aku menyimpan kekesalan yang begitu lama terhadap seseorang hanya karena ucapan yang tak kuharapkan dan tindakan yang tak ku sukai. Rasanya seperti luka yang tak kunjung sembuh. Semakin lama aku menggenggam kekesalan itu semakin aku sadar bahwa yang sebenarnya menderita adalah diriku sendiri.

Kemerdekaan batin ternyata tidak datang dari membalas atau melupakan. Kemerdekaan hadir dalam memaafkan. Melepaskan bukan berarti menyerah. Tapi memilih untuk tidak lagi membiarkan masa lalu mengendalikan masa depan.

Demikian pula dengan pikiran. Ada masa dimana aku terlalu keras pada diriku sendiri. Aku menghakimi setiap kesalahan. Aku marah pada diri sendiri karena tidak sesuai ekspektasi.

Tapi perlahan aku menyadari bahwa mencintai diri sendiri lebih dan lebih lagi bukanlah egois. Itu adalah bentuk kemerdekaan yang paling mendasar; menerima diri sendiri apa adanya tanpa syarat sambil berusaha berbenah menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Kemerdekaan dalam Relasi

Relasi adalah tempat di mana kemerdekaan kita seringkali diuji. Cinta sejati menurutku adalah cinta yang membebaskan. Bukan yang mengikat.

Kita bisa mencintai seseorang dengan sangat dalam tanpa kehilangan diri kita sendiri. Kita bisa hadir untuk orang lain tanpa harus mengorbankan kebebasan kita sebagai individu.

Dalam banyak relasi baik itu keluarga, persahabatan atau pasangan seringkali ada harapan tak terucap.

Ada tuntutan diam-diam bahkan ada manipulasi halus yang mengekang. Aku pernah mengalaminya. Aku pernah merasa bahwa untuk dicintai aku harus berubah menjadi orang lain. Aku harus melakukan seperti orang lain lakukan. Aku harus berjuang dan berkorban. Dan lebih-lebih aku harus selalu hadir dan menjadi baik.

Semakin aku belajar dan belajar tentang cinta yang dewasa semakin aku menyadari bahwa cinta yang sejati tidak membuat kita kehilangan kemerdekaan. Cinta sejati mengajak kita untuk merayakan kemerdekaan. Karena kita tidak diciptakan untuk menjadi salinan dari siapapun. Kita tidak dijadikan untuk menjadi seragam dan sama di tengah dunia yang penuh keragaman.

Relasi sosial pun hubungan yang sehat adalah yang memungkinkan dua orang untuk tumbuh bersama tanpa harus menekan satu sama lain.  

Kemerdekaan adalah Jalan Menuju Potensi

Hari ini seluruh negeri ini merayakan 80 tahun kemerdekaan negeri yang kaya raya dari penjajahan asing. Semua kalangan hadir larut dalam ucapan dan sukacita hari bersejarah ini. Lantas mengapa kemerdekaan begitu penting?

Jawabannya adalah karena tanpa kemerdekaan manusia tidak akan pernah bisa tumbuh menjadi versi terbaik dari dirinya.

Potensi hanya bisa bertumbuh dan berkembang ketika seseorang merasa aman untuk gagal. Ketika seseorang berani untuk mencoba bereksperimen dan siap mengambil resiko.

Ketika kita merdeka kita berani bermimpi. Kita berani untuk berbeda. Kita berani untuk menjadi yang pertama. Terutama kita berani dan tak takut untuk tidak sempurna.

Aku pernah melihat orang-orang yang sangat berbakat tapi tidak pernah benar-benar bersinar karena mereka hidup dalam ketakutan dan ketaatan buta. Iya ketakutan dan ketaatan buta. Takut ditolak. Takut gagal. Takut dinilai buruk. Takut dimarahin. Takut dianggap tak mampu. takut tak disenangi. Takut untuk diingatkan kekurangannya. Takut tak disukai atasan dan rekan kerja saat berbicara menyampaikan pendapat, pikiran, saran dan sebagainya.

Aku juga pernah melihat seseorang pernah melangkah keluar dari zona nyamannya. Ia memilih jalannya sendiri. Perlahan ia menemukan kekuatannya di waktu yang tepat yang selama ini tersembunyi dalam dirinya.

Aku ingin menjadi orang seperti itu. Pasti. Yang tidak hanya hidup tapi benar-benar hidup. Seseorang yang tidak hanya bernapas tapi menghirup kebebasan. Seseorang yang tidak hanya mengikuti arus. Tapi yang mampu berenang menuju arah yang kupilih sendiri.

Menjaga Kemerdekaan: Sebuah Tanggung Jawab

Kemerdekaan bukanlah sebuah akhir. Itu adalah awal dari sebuah tanggung jawab. Menjadi merdeka berarti kita harus bertanggung jawab atas pilihan kita. Tidak lagi bisa menyalahkan orang lain atas kegagalan kita. Tidak bisa lagi hanya memberi sebagian. Kemerdekaan menuntut kita bertumbuh secara konsisten terus-menerus.

Setiap hari aku belajar menjaga kemerdekaanku. Dalam kata yang diucapkan. Dalam keputusan yang kuambil. Dalam cara aku memperlakukan diri sendiri dan orang lain.

Meski kadang tidak selalu berhasil. Yang mana kadang masih ada keraguan kecil, rasa takut untuk tergoda kembali menjadi sosok terpenjara. Namun demikian, aku percaya bahwa kesadaran adalah langkah pertama menuju kebebasan dan aktualisasi diri ke tingkat tertinggi.

Kemerdekaan: antara Hak dan Pilihan

Aku ingin hidup sebagai manusia merdeka. Bukan karena sekedar aku tinggal di negara merdeka. Aku sebagai manusia merdeka karena jiwaku memilih untuk tidak tunduk pada ketakutan, tekanan, kebohongan dan manipulasi yang membelenggu.

Aku ingin merdeka. Merdeka untuk mencintai. Merdeka untuk bermimpi. Merdeka untuk gagal dan mencoba lagi. Merdeka untuk menjadi berbeda. Merdeka untuk menjadi diriku sendiri.

Karena pada akhirnya tak ada kebahagiaan yang sejati tanpa kemerdekaan. Tak ada kemerdekaan sejati tanpa keberanian untuk memperjuangkannya-di setiap hari. Dalam setiap pilihan dan dalam setiap detak kehidupan. Selamat menjadi manusia merdeka.***