Banyak hal-hal sepeleh seliweran di kepala, yang menurut saya sayang untuk dibiarkan begitu saja. Itulah sebabnya saya memilih untuk mengarsipkannya secara digital, supaya saya tahu apa yang pernah ada dalam kepalaku.
Di Telepon
Di telepon, ada ibu yang sedang meminta kepastian anaknya, apa benar ayahnya kelak masuk Surga.
“Ibu, kenapa masih ragu-ragu ? Memangnya apa yang menghalangi ayah untuk masuk surga ? Amalnya baik. Apalagi, beberapa tahun belakangan ayah juga aktif dalam pelayanan di Gereja. Ibu, kenapa tidak ikuti cara hidup ayah ?“
Di telepon, ibu diam sebentar lalu bicara : “Orang-orang bilang ibu tidak sesuci ayah. Ibu bakal masuk neraka. Tapi ibu bilang ke mereka, di akhirat nanti, suamiku yang bawa saya ke Surga, dia harus tanggung jawab karena dia sudah pilih (mencintai) saya di dunia ini“
“Ibu, bagaimana jika ayah justru masuk neraka ?” Pertanyaan terakhir ini tak tersampaikan, karena ibu sudah tidak ada lagi di telepon.
Segelas Kopi
Tangan kanannya masih mengenggam tiket kereta saat pramusaji membesarkan suara televisi di kafe itu. Dia ketinggalan kereta karena terlalu asik minum kopi di kafe pinggir stasiun. Dalam manifest penumpang, namanya masih tercatat di urutan kedua. Dengan demikian dia jadi satu-satunya penumpang yang selamat dalam tragedi kecelakaan kereta tersebut.
Beberapa hari setelah itu, surat kabar dan beberapa media memuat berita tentang dia. Headline berita di salah satu media ternama menulis: Selamat Karena Segelas Kopi. Dia malah menuntut balik media tersebut. Dia marah dengan pemberitaan tersebut, tak terima karena nyawanya hanya seharga segelas kopi.