JAKARTA,RATIMNEWS.COM – Pemilu 2024 yang meliputi pemilu presiden dan wakil presiden, legislatif, dan kepala daerah terancam ditunda. Ancaman kegagalan pelaksanaan pemilu tahun 2024 ketika Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat perintahkan pemilu ditunda. Mengutip Detik.com yang dipublikasikan pada Kamis 2 Maret 2023 Pk.16.26 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 8 Desember 2022, dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. PN Jakpus pun menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan mengulangi tahapan Pemilu selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.
Putusan PN Jakpus ini mengejutkan banyak pihak. Prof. Mahfud MD, Menkopolhukam menyebut Hakim PN Jakpus yang memvonis KPU untuk menunda pemilu, mencari sensasi dan harus dilawan. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) keluar dari akal sehat.
Vonis hakim PN Jakpus supaya untuk menunda pemilu menimbulkan kegaduhan. Apakah tindakan hakim PN Jakpus memvonis KPU untuk penundaan pemilu 2024 sengaja untuk mengacaukan situasi?
Prof. Mahfud MD meradang. Mengutip akun social media FBnya beliau meminta KPU melawan. Saya mengajak KPU untuk naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum karena secara logika hukum KPU pasti menang. Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis
Prof. Mahfud MD membeberkan alasan hukumnya:
- Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus hrs Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya.Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu.
- Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sbg alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia. Misalnya, di daerah yg sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.
- Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU.
- Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertententang dengan UU tetapi juga bertentangan dgn konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul. ***
sumber: detik.com ; Kompas.com; cnn.com; setneg.go.id; WAG