Cahaya Senja di Puncak Sastra

by -32 Views
Foto: Illustrasi (Lovepik.com)

JAKARTA, RATIMNEW.COM – Ada hal-hal di dunia ini yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Namun, entah mengapa justru kata-kata adalah satu-satunya cara yang kumiliki untuk mendekatinya. Dan cinta…adalah hal yang paling sulit sekaligus paling indah untuk diceritakan lewat untaian kata.

Sejak pertama kali aku merasakannya aku sedikit memahami bahwa cinta bukanlah sekedar perasaan. Entah tepat atau tidak aku akan ulas dalam goresan kata berikut.

Mungkin benar bahwa cinta bukanlah sesuatu yang datang lalu pergi seperti angin senja di musim kemarau. Cinta adalah sesuatu yang menetap. Bahkan jika jarak, waktu dan takdir coba merenggangkannya.

Ia akan tetap hidup dan tinggal. Berdiam di suatu sudut dalam hati sampai menunggu untuk dikenang kembali. Dan aku sebagai seorang yang terlalu percaya pada kekuatan pikiran, mencoba membiarkan ia menetap di sana.

Kepadamu, seorang gadis yang pernah membuatku larut dalam hati untuk seluruh jiwaku-aku menuliskan ini.

Kita pernah bertemu di sebuah titik sederhana dalam hidupku. Saat itu, aku bahkan tidak menyadari bahwa pertemuan itu akan menjadi titik awal dari sebuah perjalanan panjang.

Aku tak melihat tanda-tanda istimewa di matamu pada awalnya. Tidak ada cahaya yang langsung menyilaukan hatiku. Namun, seperti hujan yang diam-diam menyusup ke tanah, rasa itu datang perlahan.

Lalu hari-hari berjalan. Kita berbicara. Kita tertawa. Terkadang hanya duduk dalam diam. Tapi di balik diam itu, hatiku belajar mengenal cara matamu memandang. Cara senyummu memecah kesunyian. Dan terutama cara hadirmu membuat waktu terasa lebih lembut.

Aku menyadari ini dalam balutan rasa. Tentu bukan pada momen besar. Bukan juga pada janji-janji yang menggelegarkan. Tapi pada hal-hal kecil yang hanya aku yang melihatnya.

Cinta itu tumbuh bukan karena aku ingin memilikinya. Aku hanya ingin menjaganya. Menjaga dalam arti yang berbeda. Bukan seperti memegang erat sesuatu agar tidak lepas. Tetapi lebih seperti merawat sebuah taman yang indah meski aku tahu suatu hari, mungkin aku tak akan lagi berjalan di dalamnya.

Aku pernah bertanya pada diriku sendiri. Mengapa kita mencintai seseorang walau mungkin kita tak bisa memiliki selamanya? Jawabannya sederhana sekaligus rumit. Sederhana, karena hati tidak megenal logika kepemilikan. Rumit, karena hati juga tidak pernah bisa memilih dengan siapa ia jatuh cinta.

Aku mencintai bukan karena aku ingin menjadikannya milik. Aku mencintai karena aku merasa hidupku menjadi lebih baik dengan mengingatnya. Ada semacam energi yang tumbuh di dadaku setiap kali aku mengenang senyum dan tatapannya. Energi yang membuatku lebih sabar. Lebih lembut dan terutama lebih tenang.

Aku sadar. Ada hal-hal dalam hidup yang tidak bisa digapai hanya karena kita menginginkannya. Bahkan, ada hal yang tidak akan pernah menjadi milik kita walau kita mencintainya dengan seluruh keberadaan kita.

Kenyataan itu bukan berarti membuat kita harus menghapusnya dari hati. Tidak. Justru ada keindahan dalam membiarkan cinta itu tetap tinggal. Diam-diam menjadi bagian dari hidup kita tanpa menuntut apapun.

Kepadamu aku berhutang banyak hal. Bukan hutang dalam bentuk materi tetapi hutang rasa. Karena darimu aku belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu berarti merekat erat tanpa melepas.

Darimu aku perlahan paham bahwa menjaga kenangan bukanlah musuh melainkan seperti menjaga sebuah rumah kecil yang bisa kita kunjungi kapan saja untuk beristirahat dari kerasnya dunia.

Setiap kali aku mengingatmu hatiku terasa hangat. Mungkin karena aku tahu bahwa apapun yang akan terjadi di masa depan, aku pernah mencintai seseorang dengan murni dan tulus. Tanpa syarat. Tanpa pamrih.

Cinta itu membuatku bersyukur. Bukan hanya karena aku pernah mengenalmu. Tapi karena aku bisa merasakannya—sepenuhnya.

Tidak semua orang punya kesempatan untuk mencintai seperti itu. Tidak semua orang beruntung menemukan seseorang yang mampu menyalakan cahaya di dalam diri hingga cahayanya terus bernyala bahkan saat mereka pergi….

Waktu berjalan. Banyak hal berubah. Kita punya hidup masing-masing. Namun, dalam diam aku masih menyimpannya seperti buku favorit yang terselib di rak paling dalam.

Bukan untuk di baca setiap hari. Tapi cukup untuk diambil ketika aku ingin mengingat bahwa di dunia ini aku pernah memiliki sesuatu yang begitu indah.

Aku tak tahu di mana dirimu saat ini. Bagaimana hidupmu sekarang. Apa yang sedang dilakukan. Atau apakah kamu pernah mengingatku seperti aku mengingatnya.

Yeaaahh….aku mungkin tak harus tahu. Yang penting adalah rasa ini tetap ada. Tidak pernah pudar. Tidak tergerus oleh jarak atau waktu ataupun oleh takdir.

Kadang aku membayangkan. Jika suatu hari takdir membawaku kembali menemuimu, aku tidak akan mengatakan banyak hal. Aku hanya akan tersenyum kecil, menatap mendalam wajahmu seraya mengucapkan terima kasih dalam hati.

Terima kasih karena pernah menjadi bagian dari hidupku. Terima kasih karena telah membuatku percaya bahwa cinta adalah hal paling nyata yang bisa dirasakan oleh setiap orang.

Menulis tentang mu lagi, selalu memberiku ketenangan. Seperti duduk di sudut ruang sambil mendengarkan musik. Seperti berada di tepi pantai sambil mendengarkan deraian ombak senja. Ada ritme lembut yang menenangkan disetiap ingatan. Kata-kata ini adalah caraku mengabadikan cintaku agar ia tetap hidup meski waktu terus berjalan.

Aku sadar. Banyak orang menilai cinta dari hasil akhir. Apakah berhasil memiliki atau tidak. Tapi bagiku cinta bukanlah tentang garis akhir. Cinta adalah tentang perjalanan. Tentang setiap langkah kecil. Setiap senyum dan tawa. Setiap tatapan. Setiap percakapan yang terjadi di sepanjang jalan. Bahkan jika pada akhirnya kita berjalan di jalur yang berbeda, perjalanan itu tetap berharga.

Aku tidak menyesali apapun. Tidak menyesali pertemuan. Tidak menyesali rasa yang tumbuh. Mengapa demikian? Karena cinta tak selamanya identik dengan kepemilikan.

Jika cinta selalu diukur dari kepemilikan, maka dunia ini akan kehilangan begitu banyak kisah indah yang layak untuk diceritakan.

Aku menuliskan kembali ini tentu untuk memaknai perjalanan panjang dari kisahku. Bahwa ada moment yang harus diabadikan. Bahwa ada kisah yang terasa cukup indah untuk dibiarkan hidup di antara kata-kata. Dan bila suatu hari ketika aku membacanya kembali aku bisa tersenyum dan berkata: “Aku pernah mencintai seseorang dengan seluruh jiwaku”.

Dan itu sudah cukup.

Karena pada akhirnya. Cintalah yang membuatmu bahagia dalam hati. Meski hanya dalam bentuk kenangan, itu adalah energi terbaik yang patut disyukuri. Ia tidak memenjarakanmu. Ia tidak membuatmu pahit. Ia membebaskanmu. Dalam kebebasan itu kau bisa terus berjalan sambil membawa sepotong kecil kehangatan yang pernah ia berikan.

Cinta bagiku adalah sastra yang hidup. Ia tidak hanya terikat pada buku atau puisi. Tetapi juga pada senyum seseorang yang pernah membuat kita bergetar. Pada langkah-langah kecil yang pernah kita bagi. Pada tatapan mata yang hanya terjadi sesekali tapi mampu bertahan sepanjang ingatan.

Aku akan terus menulis tentang kisah yang pernah ku miliki. Tentang apapun dan juga tentangnya. Ini bukan karena aku terjebak di masa lalu. Tapi karena masa lalu itu terlalu indah untuk dibiarkan berlalu apalagi untuk dilupakan.

Jika suatu hari nanti dunia mempertemukan kembali, maka  aku berharap aku masih memiliki keberanian untuk menatap matanya dengan senyum yang sama. Lalu aku dapat berkata dalam hati: “Terima kasih, karena pernah menjadi inspirasiku untuk mencintai”. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *