Bisikan Senyum di Lorong Kota

by -40 Views
Foto:Google Pic. Istimewa

Di lorong yang tak bersekat di sudut kota ini, kebisingan selalu berlalu-lalang tanpa henti. Bahkan sepi saja pun dapat berbisik pada setiap pojok yang tak terjamah. Iya, semua hingar-bingar kota, bisa kau dengarkan sepanjang waktu, di setiap batas dari kokohnya dinding gedung.  

Suara-suara itu selalu dapat menyentuhmu dari kejauhan, entah kau inginkan atau tidak. Kalau dibayangkan, maka ia seperti hujan yang dapat mengguyur bumi bahkan dikala semesta tak berawan.

Senja itu, kudapati langkah insan bumi mulai bergegas satu-per satu. Mereka pergi dan berlalu. Kemudian tenggelam dalam keramaian dan kebisingan kota ini.

Di seputaran pintu rumah, sebagian makhluk alam meski masih terlihat, toh itu bukan jadi soal. Mereka biasa duduk menunggu atau beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang.

Hingga detik dari waktu bumi yang terus bergerak, sesuatu yang tak pernah ku sangka pun datang.  Adalah kamu, yang kehadirannya seperti bisikan angin pagi yang datang dengan lembut. Dan tentu tak pernah kuduga.

Kamu berjalan melewati lorong kota seiring waktu yang hampir gelap. Kala langit berhias dengan awan tebal dan bumi siap menyambut siraman hujan.

Saat senyumanmu merekah di hadapanku, seolah dunia ini kembali berputar melawan poros semesta. Kemudian seketika mengalirkan urat-urat kisah yang sempat hilang dalam memoar waktu.

Pesonamu tak bisa dijelaskan. Entah rupamu saat itu, pun sehari yang telah berlalu. Kehadiranmu saja seperti bunga yang perlahan kembali membuka kelopaknya di bawah sinar mentari.

Ada sesuatu yang tak biasa dari caramu hadir hingga caramu tersenyum. Yeaah…,senyummu begitu hangat. Menenangkan. Itu seperti embun pagi yang menyentuh bumi dengan kelembutannya.

Saat senyummu menyapa, aku tahu bahwa dunia tak akan pernah sama lagi. Itu adalah jendela ke masa lalu. Lorong yang mengarah kepada kenangan yang tersimpan dalam relung yang mungkin sudah lama tak tersentuh.

Suara dari kata-katamu juga lembut. Terdengar seperti desiran angin yang menyapu lembah. Getarannya seakan berbisik langsung ke dalam hatiku dengan nyanyian yang tak pernah berhenti berdendang menghidupkan rasa, menelusuri jalan-jalan yang tak berujung.

Hingga setiap ucapan bibirmu adalah pembukaan menuju kenangan yang tak pernah benar-benar pergi. Kini, perasaan itu kembali terbangun dengan hangat dan penuh riang. Gejolak yang selalu ada di dalam setiap hembusan nafas, walaupun tak lagi terlihat dengan jelas.

Wajahmu, dengan setiap polesan lembut yang menghiasi kulitmu, mungkin memiliki arti yang tak kulupa. Itu adalah rahasia kisah. Rahasia dari goresan kebersamaan yang dulunya terasa begitu nyata.

Ada sesuatu dalam sorot matamu yang mengingatkanku pada masa-masa yang telah berlalu, yang mungkin pernah tersimpan dalam ruang-ruang kecil yang gelap.

Tapi, satu yang pasti. Tatapanmu tak pernah berubah.Tatapan yang menampilkan kedamaian, memberikan pancaran sinar yang tak kelam seperti bulan yang terang di malam tak berbintang.

Terbayang saat kau mendekat, raga ini melangkah menghampiri. Lalu aroma tubuhmu yang lembut memikatku. Wangi sutra yang halus, juga membangkitkan kembali rasa yang tertidur pulas dalam benakku.

Dan dalam pelukanmu yang hanya ada dalam ingatan saat ini, aku kembali merasa seolah kita masih tetap sama. Iya, sama-sama masih terikat di antara dua ujung tali yang tak pernah tersambungkan.

Kini, aku hanya bisa berkata; dengan senyum dan melihat aura lembut di wajahmu telah melukiskan segala kerinduan yang tersembunyi dalam hati.

Cukup dengansenyum dan sorotan matamu saja, hatimu telah berbisik  pada jiwa yang kini tertata rapi pada rasa yang sama. Mereka ingin mengatakan untaian doa yang serupa dengan rasa tulus pada pesona dan cinta yang tak pernah luntur. Bahkan saat lorong waktu telah menyilangkan titik pada dua garis yang seharusnya sejajar.

Aku merasa, kamu telah memberi lebih dari yang bisa aku harapkan. Kamu telah mengekspresikan cinta yang bisa kualami dalam sekejab waktu yang penuh arti.

Kamu juga telah menghiasi setiap langkah hidupku dengan keindahan yang tak terhingga pada hati yang beku. Kamu juga yang telah menggoreskan serpihan pada nyanyian jiwa sempat bertunas di ujung ranting kokoh.

Meskipun mungkin, iya mungkin saja  tak lagi sama, senyum di wajahmu tetap berbisikkan kebaikan hati dan kasihmu yang tulus di lorong kota ini. Aku menuliskan ini agar  tetap abadi  dan tak akan pernah terlupakan. Biarkan kisah cinta semesta selalu hidup hingga terus mengalir menemukan kesejatiannya. ***