JAKARTA, RATIMNEWS.COM – Angin segar datang dari Kementerian Agama RI untuk kehidupan umat beragama di Indonesia. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat ini sedang menyusun peraturan mengenai izin pendirian rumah ibadah.
Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap penolakan yang sering terjadi dalam pembangunan rumah ibadah agama tertentu dan pembubaran paksa.
Menurut Yaqut, nantinya rumah ibadah akan dapat didirikan dengan hanya satu rekomendasi, yaitu rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag).
Sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Mendagri Nomor 9 Tahun 2006 terdapat syarat izin pendirian rumah ibadah. Izin pembangunan rumah ibadah harus memperoleh rekomendasi dari Kemenag dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
“Dulu, dalam SKB tersebut, terdapat dua rekomendasi yang harus dipenuhi, yaitu rekomendasi dari FKUB dan Kemenag. Namun sekarang, kami akan menghapus satu rekomendasi,” kata Yaqut dalam rapat kerja bersama DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Senin (5/6/2023).
“Dalam rancangan Perpres yang kami ajukan, satu rekomendasi saja dari Kemenag sudah cukup. Jadi FKUB tidak lagi diperlukan.” tambahnya.
Yaqut mengakui bahwa banyaknya rekomendasi justru mempersulit pendirian rumah ibadah.
Menurutnya, pendirian rumah ibadah bukanlah hal yang mudah karena melibatkan banyak pihak yang harus memberikan persetujuan.
“Ketika terlalu banyak rekomendasi, prosesnya akan semakin sulit. Namun, kita akan mencoba mengatasi satu per satu permasalahan ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yaqut menyampaikan bahwa penolakan terhadap pendirian rumah ibadah agama tertentu menunjukkan pentingnya moderasi beragama.
Dengan adanya moderasi beragama, umat mayoritas tidak akan bertindak sewenang-wenang terhadap umat minoritas. Bahkan, Yaqut menyatakan bahwa semakin dalam pemahaman seseorang terhadap agamanya, semakin toleran pula dia terhadap perbedaan.
Jika masih terjadi intoleransi, berarti umat tersebut belum memahami ajaran agamanya dengan baik.
“Hal ini bukanlah tentang superioritas, melainkan menunjukkan bahwa seseorang tidak memahami ajaran agamanya dengan baik. Semakin seseorang memahami agama, semakin toleran pula dia.” ujar Yaqut.