JAKARTA,RATIMNEWS.COM – Seorang warga Nias bernama Eliadi Hulu menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perkara gugatannya soal Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Rabu (25/1/2023).
Eliadi menggugat ke MK agar kepala desa (kades) yang dimungkinkan menjabat selama 6 tahun dan terpilih untuk maksimum 3 periode perlu diubah. Perubahan hanya menjadi 5 tahun dan terpilih untuk maksimum 2 periode.
Ia mengaku khawatir melihat tuntutan sekelompok kepala desa yang menginginkan perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun dan dapat terpilih 3 kali.
Menurutnya, ini sama saja mengizinkan kepala desa mempertahankan kekuasaannya selama 27 tahun.
Sebelumnya, ratusan kepala desa menggelar unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR RI selama pekan ini. Mereka menuntut revisi UU Desa guna mengubah ketentuan masa jabatan mereka.
“Tuntutan tersebut tentunya akan membunuh demokrasi di tingkat desa dan bertentangan dengan UUD 1945.” kata Eliadi lewat keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).
Eliadi yang mengaku sebagai warga desa di Kabupaten Nias, Sumatera Utara menggugat pasal ini. Ia menggugat Pasal 39 UU Desa dan meminta majelis hakim MK menyatakannya inkonstitusional.
Pasal itu terdiri dari 2 ayat yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:
“Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.”
“Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan. Boleh secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut”.
Menurut Eliadi, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. Pasal tersebut mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden selama 5 tahun dan hanya dapat terpilih untuk 2 kali masa jabatan.
Ia menilai bahwa pasal tersebut membawa semangat soal pembatasan kekuasaan yang seharusnya juga diterapkan untuk jabatan kepala desa.
“Berdasarkan semangat tersebut, masa jabatan dan periodisasi gubernur hingga bupati/wali kota menerapkan hal yang sama,” ujar Eliadi.
“Kekuasaan yang terlampau besar akan melahirkan tindakan koruptif dan abuse of power,” Tutur Eliadi.***