JAKARTA, RATIMNEWS.COM – Sebanyak 130 warga negara Indonesia (WNI) Pekerja Migran Indonesia ditangkap otoritas Malaysia. Hal tersebut dikarena diduga tinggal tanpa izin di perkampungan ilegal di Shah Alam, Selangor di Malaysia.
Pegiat hak migran memperkirakan jutaan pekerja WNI masih kesulitan mendapatkan izin kerja karena dipungut biaya oleh calo.
Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia, Wahyu Susilo, menjelaskan fakta miris ini.
Bahwa kebanyakan pekerja migran dari Indonesia yang direkrut oleh perusahaan sawit atau perkebunan memang tidak melewati jalur resmi.
“Mereka memang sengaja direkrut untuk tujuan di perkebunan dan perusahaan-perusahaan perkebunan lebih memilih mereka yang bekerja tanpa dokumen [permit kerja].
“Karena pekerja migran atau perkebunan itu membutuhkan puluhan ribu pekerja migran Indonesia untuk segera bisa bekerja. Kalau itu melalui jalur legal, pertama mahal karena harus membayar levi.” kata Wahyu.
Menurut rilis dari Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) Negeri Selangor, pihak otoritas melakukan operasi penggerebekan pada Minggu (18/02).
Dari operasi tersebut berhasil menahan 132 pendatang asing tanpa izin (PATI) termasuk 41 perempuan dan 13 anak-anak.
Dari 132 orang yang ditangkap, 130 diantaranya merupakan WNI dan dua orang warga
negara Bangladesh.
Penangkapan Pekerja Migran Indonesia Ilegal terus Berulang
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan pada Senin pagi (19/02) KBRI belum menerima notifikasi kekonsuleran mengenai penangkapan tersebut.
“Segera setelah diterima notifikasi kekonsuleran, KBRI akan memberikan bantuan kekonsuleran. Termasuk di sini adalah upaya percepatan pemulangan bagi para WNI yang termasuk dalam kelompok rentan.” kata Iqbal dalam pernyataan tertulis.
Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan laporan hasil intelijen dan aduan masyarakat. Bahwa perkampungan tersebut telah ada selama empat tahun terakhir dan dilengkapi dengan listrik.
“Di pemukiman ilegal ini juga terdapat toko kelontong, warung makan, dan surau [tempat ibadah]. Sebagian besar orang asing ini bekerja sebagai petugas kebersihan, pelayan restoran, dan pekerja bangunan di daerah sekitar.” katanya, seperti dikutip oleh kantor berita Bernama.
Jabatan Imigresen Malaysia Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan fakta yang kurang lebih sama.
Bahwa berdasarkan perkampungan tersebut sudah ada selama empat tahun terakhir.
Ini bukan pertama kalinya penangkapan pekerja migran tidak terdokumentasi terjadi di Malaysia.
Tidak terdokumentasi
Pada Juni 2023, Otoritas Malaysia menemukan perkampungan ilegal WNI di Pulau Meranti, Puchong.
Sebanyak 22 WNI dan warga Bangladesh ditahan selama penggerebekan daerah tersebut.
Hal yang sama terjadi pada Februari 2023. Saat pihak imigrasi Malaysia menemukan dan menggerebek perkampungan ilegal warga Indonesia di Nilai, Negeri Sembilan.
Sekitar 67 warga Indonesia ditahan karena melanggar peraturan imigrasi alias overstay.
Bahkan pada Juli 2017, sekitar 500 orang tenaga kerja WNI ditangkap oleh aparat hukum Malaysia.
Razia terhadap tenaga kerja ilegal merupakan kelanjutan dari implementasi program legalisasi dokumen. Atau juga karena program E-Kad sementara pekerja asing oleh pemerintah Malaysia.
Koordinator Migrant Care Malaysia, Alex Ong, menjelaskan bahwa penangkapan pekerja migran tak berizin di Malaysia sudah terjadi “hampir setiap hari”.
Dan ia juga memperkirakan ada ribuan WNI yang tertahan dan belum bisa pulang karena tak punya izin kerja.
Meskipun sudah ada skema rekalibrasi untuk membantu pekerja migran terdaftar secara resmi di negara itu. ia juga menyatakan masih ada ratusan ribu orang yang kesulitan karena syarat-syarat yang rumit dan calo-calo palsu.
“Apabila segala dokumen diserahkan pada orang tengah atau pencalo, banyak yang kasih janji-jani manis. Kemudian ambil uang, ambil paspor dan kabur. Jadi, warga kita itu jadi kosong total.” ungkap Alex.